Sabtu, Februari 28, 2009

ANAKKU KOK MINTA PACARAN ?


Lia, demikain panggilan dari anak terbesar saya yang saat ini menginjak usia 15 tahun duduk dikelas 10 (kelas 1 SMA). Dia menjadi anak cewek satu-satunya dari empat bersaudara, beberapa saat yang lalu tiba-tiba nyeletuk “ Pak, boleh nggak aku pacaran?” demikian dengan polosnya meminta ijin ke saya yang saat itu lagi asyik nulis artikel untuk koran lokal.

Saya terperanjat, dengan mulut melongo menatap raut wajah anakku yang seketika terlihat memerah…. Beberapa saat kami terdiam saling pandang… dan akhirnya dengan lirih aku bergumam…” eh..eeee….mmmm…..” gawat aku kok jadi salah tingkah begini ya ..pikirku. Lalu aku yang tengah gelagapan akhirnya cuma bisa mengucap singkat.......” nduk …mmm kalau bapak ditanya tentang pelajaran atau yang lainnya.. kamukan tahu bapak mesti akan njawab …tapi untuk yang "satu" ini …emmm ..tolong deh tanya ke ibumu aja ya …?” ….waah aku kok jadi “tengsin” begini ya….seumur-umur kayaknya gak pernah aku demikian salah tingkah apalagi didepan anak-anakku…

Dia akhirnya cuma mengangguk pelan dan langsung ngeloyor …sambil berucap "ya deh pak..." Akupun menatap nanar ke punggung anakku...ada rasa bersalah tiba-tiba merayap … kenapa aku njawab begitu ya …tolol amat !! .. tapi aku tadi bener-bener mengalami “blocking” ..yang aku rasakan saat itu campur aduk antara kaget..gembira…takjub…disatu sisi baru sadar kalo anakku ternyata sudah ABG dan sudah berani minta ijin pacaran…tapi lebih dari itu juga “stress” ..khawatir… bukannya karena aku merasa makin tua…tetapi muncul rasa "ngeri" melihat carut marut gaya pergaulan remaja sekarang ini ....ffuiiiihh...sulit untuk dibayangkan ...!

Persoalannya sekarang dengan jawaban saya seperti itu kira-kira bagaimana ya …apa ada efek negatif buat anakku …atau benarkan itu yang memang "terbaik" buat dia .. atau itu mungkin hanya egoisme saya yang nggak mau “terganggu” oleh kekhawatiran tentang risiko pacaran model remaja saat ini … atau bagaimana ya ?? aku kok jadi makin bingung sendiri…
Anda mau sharing tentang hal ini ke saya ....???

8 komentar:

  1. hehehe....asyik ya mas....liat anak2 makin gedhe....
    Kia nya aja yang sering kaget, dan seras belum siap menghadapi kenyataannya....kita ternyata sudah "benar2" orang tua...
    Anakku lanang kabeh...jd mungkin situasinya beda, pndekatannya bea dg anak cewek. Anakku tegar,juga SMA klas 1, ikut mamanya di solo, sebelum mulai sekolah aku udah panggil dia dan kuberi nasehat2 tentang sekolah dan pergaulan di kota besar (solo), situasi ABG jaman sekarang, dan bahaya narkoba dg sex bebas.
    Aku juga sudah kasih warning untuk tidak boleh pacaran kalo belum kuliah, itu juga harus lewat persetujuan papa-mama nya dulu, kalo dia nggak sanggup silahkan sekolah doi salatiga saja, dan ternyata dia menyanggupinya, dan sampai sekarang papa-mama nya selalu memantau pergaulannya disekolah dan di luar sekolah. Ndilalah nya sekolah anakku termasuk keras peraturannya, Pacaran termasuk larangan!...aku sendiri heran kok ada sekolah yang punya peraturan "Pacaran di larang keras!". yah semoga aja lancar2 tanpa halangan deh.
    Soal mbak Lia...itu memang figur bapak yang "tegas" tetapi "kondusif" sangat diperlukan, karena biasanya dengan begitu si anak juga tidak akan sembarangan meilih "teman dekat nya", setidak-tidaknya dia akan tahu mana teman dekat yang sesuai dengan "selera" orang tuanya(baca: figur bapak).
    Hehehe...selamat ya mas...dah jadi "bapak" beneran nich.....

    BalasHapus
  2. wuiii anaknya dah besar ya mas .... termasuk salut juga anaknya mau terus terang dan minta ijin dulu, nggak sembunyi-sembunyi krn takut. aku sih blom punya anak mas, jadi blom tahu juga bagaimana seandaianya aku ada di posisi sampeyan sekarang, tapi menurut saya lebih baik anak curhat sama ortu daripada curhat sama orang lain yg belum tentu dapat jawaban atau solusi masalah yg tepat, ingat dulu murid2ku, kebanyakan yg tingkat SMP saat pulang kursus malah sering curhat ke aku, yg selain jadi guru les dianggap seperti kakaknya, seneng juga sih dikasih kepercayaan, saat itu aku mbayangkan bagaimana seandainya kalau anakku nanti lebih percaya curhat ke orang lain drpd ke orunya sendiri ?

    BalasHapus
  3. Tegar dari dulu kelihatannya tipe anak yg penurut, ora koyo bapake...pemberontak ..ha..ha. berbahagialah melahirkan generasi penerus yg lebih mantap ...tks ya Srex atas sharingnya ..

    BalasHapus
  4. lho iya dong jeng, sudah kepala empat nih .. utk opini anda setelah aku pikir2 .. OK juga, sengtuju deh ..drpd curhatnya ama orang lain mending ke ortu sendiri... moga2 dia nggak kapok krn "dilarang" pacaran ama kami... doakan ya ..dan semoga anda kelak jg bisa mendapatkan anak2 yg mau & mampu mempercayai & terbuka ..spt layaknya dulu murid2 terhadap anda...tks atas komennya..

    BalasHapus
  5. Keberanian anak untuk bilang sama papanya “...Pak, boleh nggak aku pacaran?...” menurutku adalah ciri dari anak yang dididik dengan respek dan tanggung jawab. Artinya apa? Anak yang berani bilang seperti itu merefleksikan bahwa dia ingin menyamakan PERSEPSInya dengan ortu sebagai panutan. Tidak mudah lho menemukan hal itu di jaman sekarang.
    Tinggal kita sekarang sebagai orangtua, channel yang sudah dimulai/dibuka oleh anak kita hendaknya disyukuri, -...bayangkan dan bandingkan andai anak kita dengan keinginan sendiri tanpa ijin ortu langsung pacaran, berabe khan?...
    Cara bersyukur salah satunya menurutku adalah membimbing anak ke arah pacaran yang sesuai dengan etika dan norma yang kita yakini (agama) dengan baik, mumpung kran komunikasi ortu-anak sudah terjalin.
    Tesisku dulu membuktikan bahwa frekuensi pertemuan dalam berkomunikasi antara ortu dengan anak lebih memiliki hubungan yang bermakna dibanding dengan kualitas percakapan dalam membentuk perilaku (kespro)anak. Makanya bersyukurlah kita tatkala punya kesempatan bertemu dengan anak untuk saling berkomunikasi (ngobrol/diskusi bareng), apapun yang dibicarakan, daripada jarang ketemu, sekali ketemu gayanya langsung memberi pengarahan. ha ha ha...
    Hidup Komunikasi KASIH SAYANG.

    BalasHapus
  6. wah ketemu dengan peneliti nih ...asyiik .. topik di thesis anda menarik ya.. seandainya njenengan mau & bisa sharing lbh banyak tentu jd ilmu yg bermanfaat buat kita semua...nambah ilmu saya & temen2 yg mbaca lainnya..
    btw, thanks ulasannya semoga saya bisa menjaga chanel & bener2 bs mensyukurinya ..kpn2 sharing lagi ya ..

    BalasHapus
  7. wah Pak...jadi keinget 3 tahun yang lalu ketika saya masih semester 4,sama halnya dengan putri Bp, saya minta ijin kepada Ayah saya untuk memiliki pacar. ternyata reaksi ayah saya tidak jauh berbeda dengan yang bp rasakan. sedikit "glagapan" dalam bahasa Jawanya. Setelah dari SMA belum diijinkan untuk pacaran dan baru diijinkan ketika kuliah sekitar semester 5, tiba2 saya minta ijin... yang jelas kaget sekali beliau.... dari pemikiran si anak, saya hanya ingin memperoleh persetujuan dari orang tua (figur ayah) bagaimana pendapat Beliau ketika saya ingin memutuskan sebuah hal besar dalam hidup saya. tak terkecuali, saya ingin ada sebuah intervensi positif dari ortu terhadap sikap yang akan saya lakukan. apakah itu sebuah penerimaan, atau bahkan penolakan yang semua itu berdasarkan pemikiran demi kebaikan saya. dan menurut saya, itu adalah sebuah penghargaan kepada orang tua, karena mereka masih turut serta dilibatkan dalam kehidupan pribadi sang anak. lagipula, jika ada tidak tahunya kita akan keputusan kita nanti, pasti mereka akan memberikan nasehat yang membuat kita jadi lebih matang dalam memutuskan dan menjalani apa yang sudah kita putuskan. bagaimana tidak menyenangkannya jika kita berjalan di jalan yang telah memiliki ridho orang tua....dan itu membuat kita makin bisa bertanggung jawab akan apa yang kita jalani...
    belajar dari orang tua saya, ternyata menjadi orang tua itu tidaklah mudah....
    menjadi sosok yang akan selalu dilihat sang anak sebagai contoh hidupnya....
    disitulah terdapat tanggung jawab yang sangat besar dari orang tua pada anaknya....ketika si anak itu lahir, dari yang dulunya sangat tidak tahu menahu apa-apa, tumbuh menjadi sosok pribadi yang matang/ mungkin tidak matang.... pastilah intervensi orang tua sangat besar di dalamnya...
    maka benar adanya :
    "Tiada suatu pemberian pun yang lebih utama dari orangtua kepada anaknya,
    selain pendidikan yang baik."
    (HR. Hakim, Baihaqi, Tirmidzi, dan Ahmad)
    dan satu hal lagi saya belajar dari pengalaman Bp....hemm...
    ternyata setiap orang akan selalu berubah mengikuti fase kehidupannya... seperti halnya ulat berubah menjadi kepompong lalu menjadi kupu-kupu...
    kanak-kanak, remaja, dewasa, menikah, punya anak, mengikuti perkembangan anak, punya cucu, menjadi tua....
    seringkali kita mengalami yang namanya "kekagetan" dalam fase hidup...itu adalah sebuah proses yang wajar yang akan kita jalani....
    dan di usia 23th ini, saya sadar bahwa "kekagetan-kekagetan" itu sangat mengesankan untuk kita alami....
    menjalani proses perubahan dengan senyuman dan semangat untuk lebih baik... menatap masa depan lebih optimis....
    _mantan mahasiswi Bp di FKM UNDIP_

    BalasHapus
  8. buat mantan mhsw (asal jgn dibilang saya mantan dosen anda ya..ha..ha..) emang kekagetan2 ini spt vitamin buat hidup kita ...menyegarkan...meningkatkan semangat ..mengasyikkan ..asal jgn overdosis ajalah .. ntar jadi stress sendiri..
    dg 23 th usia njenengan tentu sdh mulai siap menapaki gerbang baru kehidupan yg lebih nyata.. yaitu berkeluarga spt sebuah proses evolusi & metamorfosa ..semoga semuanya lancar..fun...dan barokah dunia akhirat ..selamat mengukir sejarah hidup & kehidupan ya ..

    BalasHapus