Kamis, Januari 21, 2010

PULUNG - SUWUNG - GEMBLUNG


Pagi ini niatnya mau "melantai" begitu istilah yg dipakai sobat maya dr Natuna. Aktifitas jalan atau lari pagi kembali saya geluti sebulan ini kadang bersama BJ saya atau jika dia lagi dinas luar kota maka terpaksa sendirianpun nggak masalah.

Begitu membuka pintu pagar, sangat kebetulan lewat Mas Untung Surendro tetangga yang rumahnya sekitar 5 rumah saya. Dia seorang penyair "murid" dan pengagum sang Burung Merak. Setelah salaman lalu dia ngajak jalan pagi bareng sekalain mau nyari "bubur terik tahu" buat sarapan. Mumpung lagi sorangan karena BJ lagi dinas ke Jakarta, langsung saya iyakan ajakannya.

Kami jalan pelan sambil menikmati udara segar mengitari jalan paving yang mengitari kampung. Ternyata nggak terlalu jauh kami telah sampai ke tempat yang dituju, yaitu sebuah warung bubur di emperan rumah sederhana. Kamipun langsung pesan dua piring bubur plus dua teh panas sebagai pelengkap. Sambil menikmati bubur muncul obrolan ringan seputar gosip tetangga sesekali diselingi topik politik yang lagi memanas. Suasana "kampung" ditengah kota dengan keguyuban yang masih terasa kental dengan para tetangga juga mewarnai acara "njagong" kami. Setelah rampung makan dan membayar pesanan kami untuk sarapan anak dirumah, kamipun pamitan dan meluncur lagi menuju rumah.

Saat perjalan pulang, mas Untung tiba-tiba nyeplos "Saya punya ide untuk membuat tulisan dengan judul PULUNG - SUWUNG - GEMBLUNG untuk mencoba menggambarkan situasi kehidupan masyarakat saat ini" Saya sempat berhenti menatap ke dia.."Ini istilah apa lagi mas ?" tanya saya penasaran. Dia hanya senyum kecil " Begini oom (dia biasa memanggil saya "oom") secara singkat PULUNG artinya bentuk kemahsyuran/nasib baik yang diterima seseorang, jika dia masih memegang pulung maka apapun atau siapapun tidak akan mungkin menghalanginya bahkan menghancurkannya"

Saya diam menunggu, dia melanjutkan " Sedangkan SUWUNG alias "kosong" bermakna bahwa jika seseorang yang telah "ketiban pulung" dengan memperoleh tahta/harta/ilmu yang tinggi apabila tidak bijaksana dan hati-hati mengelolanya akan semua itu justru akan menyita banyak waktu, pikiran dan tenaga. Jika tetap berlangsung tanpa ada upaya pengendalian diri maka secara pelan tapi pasti kita akan terjebak dalam situasi dimana semua pulung yang selama ini dicapai akhirnya justru terasa "kosong" karena hampir kehilangan makna atau manfaat yang seharusnya ".

Langkah kami tak terasa sudah sampai di depan rumahnya. Sambil menghela nafas panjang dia meneruskan penjelasan singkatnya tentang arti makna terakhir "GEMBLUNG artinya setelah kekosongan terjadi dan kita tetap aja membiarkannya saja tanpa upaya mengisinya dengan berbagai bentuk hikmah pembelajaran maka jangan heran akhirnya muncul kegilaan yang makin merusak tidak hanya diri sendiri tetapi kepada siapa/apa saja yang ditemuinya.. kita akan makin tergila-gila bahkan terhadap sesuatu yang sebenarnya juga sudah tidak waras dari sononya..Kalau sudah demikian maka tunggu saja kehancurannya.." Dia menutup "kuliah subuh" pagi itu dengan menepuk pundak saya sambil berkata .." Ingat ya oom .. pulung - suwung - gemblung ini bisa terjadi pada siapa saja.."

Selasa, Januari 05, 2010

SEBUAH CERMIN JERNIH



Memang selalu menarik untuk dicermati dan kalau bisa diambil hikmah tentang keprofesionalan seseorang. Bagaimana tindakan dia terutama ditengah kondisi kritis yang memerlukan tindakan cepat & tepat, meskipun harus dihadapkan pada berbagai risiko, keterbatasan informasi dan benturan kepentingan diantara para pemimpin yang harus disikapi dengan cara yang bijaksana tanpa menimbulkan kerusakan/kerugian yang lebih besar!

Sudah cukup profesionalkah kita selama ini?? Sering kita sendiri menyangsikan jawabannya secara jujur, namun saat ini setidaknya ada sebuah cermin jernih yang cukup bisa menjadi tolok ukur seberapa jauh keprofesionalan seseorang, yaitu pada saat kita mencermati hasil wawancara SMI di Metro TV kemarin.

Ada link yg bisa didown load dari hasil wawancara tersebut yang saya ambil dari kiriman Muhammad Irfani Sahnur (Bina Nusantara University) di forum diskusi grup FB KPI SMI (http://www.facebook.com/topic.php?uid=186403684861&topic=13168) sebagai berikut:

Part1 : http://www.metrotvnews.com/bank_video/newsvideo/97130_1.flv#/Sri_Mulyani_Bicara_97130_1.flv

Part2 : --

Part3 : http://www.metrotvnews.com/bank_video/newsvideo/97130_3.flv#/Sri_Mulyani_Bicara_97130_3.flv

Part4 : http://www.metrotvnews.com/bank_video/newsvideo/97130_4.flv#/Sri_Mulyani_Bicara_97130_4.flv

Pada dasarnya saya sendiri bukan ahli ekonomi namun saya mencoba berempati & membuat analogi dari hasil wawancara tersebut sebagai berikut (sori kalau logika yg saya pakai mgkn nggak pas ya) :

Kalau ada pasien yang tengah meregang nyawa maka tindakan seorang dokter yang profesional adalah melakuikan penyelamatan sesuai dengan kaidah hukum & etika keprofesionalannya serta tetntu saja kewenangan yg telah dipercayakan kepadanya. Sedangkan sang Direktur & Wadir Rumah Sakit (RS) sudah tepat jika hanya memberikan penekanan tentang kebijakan aturan RS scr umum saja. Bahkan seharusnya kemudian mereka mau bersikap ikut melindungi tiap tindakan yang diambil sang dokter, bukannya malah menuntut hal-hal yang sifatnya relatif marginal/kurang urgen sesuai situasi gawat darurat saat itu yang justru mengganggu keberhasilan proses penyelematan nyawa pasien tersebut.

Seandainya nyawa pasien tak tertolong hanya disebabkan si dokter misalnya sebagai contoh ekstrimnya darus keluar/masuk kamar operasi demi membuat/menyerahkan laporan yg dituntut oleh pimpinan RS maka jelas yang dirugikan adalah semua pihak...! Dari sisi masyarakat/pasien jelas nyawa taruhannya, buat dokter adalah integritas & kredibilitasnya sedangkan pimpnan RS adalah citra yg buruk dr kualitas leadershipnya?

Oleh karena itu dari analogi sederhana ini maka penjelasan SMI di metro menurut saya sudah cukup jujur, transparan dan rasional dan itu semua mencerminkan secara jelas tindakan seorang yang profesional bukankah begitu ?