Selasa, Oktober 27, 2009

DINNER


Seorang tamu spesial mengajak kami makan malam hari minggu kemarin. Di sebuah restauran baru yang cukup terkenal di kawasan elit di daerah kota atas. Ini merupakan pengalaman yang cukup mendebarkan bukan karena tamu itu seorang big boss dari perusahaan ternama di tanah air, atau kemewahan lokasi yang dipakai untuk dinner. Bagi saya pribadi hal-hal itu tak lebih hanya asesori semu saja, sedangkan yang lebih penting dari itu semua adalah konteks & momentum pertemuan itu sendiri yang membuat saya terutama my BJ harus cukup serius melakoninya.

Pertemanan kami dengan sang tamu spesial ini awalnya sebenarnya nggak sengaja. Saya teringat saat itu saya sedang mempersiapkan sesi fasilitasi di Gunung Kidul Yogyakarta, sekitar dua bulan yang lalu. Tiba-tiba ada telepon masuk, ternyata dari seorang kolega yang bergerak di sebuah LSM kesehatan. Dia minta saya untuk ke Bangkok mewakili organisasi tsb dalam sebuah seminar internasional tentang herbal se ASEAN, kebetulan saya memang termasuk jadi pengurus. Wah surprise ..saya merasa tersanjung, namun dengan terpaksa menolaknya karena skedul yang saya miliki sungguh padat & ketat!.

Akan tetapi teman itu tetap memaksa karena nggak ada orang lain yang dianggap pantas, akhirnya secara spontan saya nawarkan bagaimana kalau my BJ saja toh dia juga dokter dan berbasis akademisi sekaligus praktisi yang cukup pengalaman berinteraski dengan masyarakat/konsumen melalui kolaborasi kegiatan sosial dengan beberapa LSM sebagaimana yang dipersyaratkan. Agaknya temen itu terlanjur percaya dan menganggap serius tawaranku ini, dia serta merta bilang OK ! kalau gitu segera kirim CV ke Jakarta secepatnya!.. Akhirnya saya segera kontak my BJ dan menanyakan kesediaannya ke Bangkok, alhamdulillah dia setuju.

Singkat cerita semua dapat diurus tepat waktu dan ahkirnya dia berangkat ke Bangkok bersama rombongan dari Jakarta. Selama tiga hari itulah my BJ berkenalan dengan sang big boss yang memang satu rombongan dari perwakilan Indonesia. Mungkin karena terkesan dengan "sepak terjang" my BJ, akhirnya setelah pulang ke tanah air komunikasi secara intens tetap terjadi. Intinya dia ingin memberikan berbagai kesempatan dan tawaran untuk ikut berpartisipasi secara nyata dalam mengembangkan dunia herbal di tanah air agar bisa setara dengan yang ada di beberapa negara ASEAN yang nota bene sebenarnya tidak memiliki akar budaya maupun bahan baku herbal/jamu yang sekaya di Indonesia. Sebuah tantangan menarik dan misi yang cukup mulia untuk membuat jamu/herbal asli Indonesia kelak bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Entah bagaimana kelanjutan "kerjasama" ini dan apa saja upaya yang kelak dirintis untuk mewujudkan mimpi dari sang big boss tersebut. Paling tidak berawal dari sebuah dinner kemarin semoga bisa menjadi milestone untuk membuka "new chapter" yang insya Allah cukup menjanjikan dan membawa berkah buat my BJ disaat dia baru saja resign dari pekerjaan yang sudah digelutinya 10 tahun terakhir..semoga

Selasa, Oktober 20, 2009

The Answer


Pagi ini ditengah kesibukan membuat laporan studi kelayakan investasi pesanan sebuah instansi kesehatan di Jateng, saya kembali merenung tentang siklus kehidupan yang akan dia lalui kedepan.. muncul pertanyaan yang dulu sempat saya postingkan juga di blog ini yaitu tentang alternatif karier pekerjaan

Perkembangan yang terakhir agaknya sudah sampai pada satu titik simpul untuk membuat keputusan nyata dan segera! Sebetulnya tidak ada yang mengagetakan karena berbagai upaya sudah saya coba jadikan prakondisi sebelumnya. Namun tetap aja masih ada kegelisahan yang bercampur aduk dengan gelora semangat baru untuk "cancut tali wondo" alias bertarung mati-matian demi menjawab berbagai tantangan & agenda yang ada di depan mata. Memang tiap perubahan tak semuanya bisa berjalan mulus karena selama berproses mempersiapkan karier baru ini toh ada saja kejutan yang terjadi.

Untungnya semua kejutan itu alhamdulillah dan insya Allah mengarah pada prospek yang lebih baik yang sebelumnya malah tak pernah terbayangkan ..
Diiringi alunan lembut lagu "the answer" dari Richie Sambora... saya mengakhiri renungan pagi ini dengan sekelumit doa.. semoga ini benar-benar menjadi sebuah jawaban atas pengembaraan untuk menemukan & menuntaskan tugas hidup dan kehidupan yang sesungguhnya dari dia...


The Answer - Richie Sambora

Sabtu, Oktober 10, 2009

Tanggal 10 Bulan 10.....



Tepat hari ini tanggal 10 bulan 10 alhamdulillah bontotku merayakan hari kelahirannya tiga tahun yang lalu. Sebuah peristiwa yang lazimnya menyiratkan kegembiaraan, namun dibalik itu semua ada juga bilur keharuan. Sejenak aku seperti tercekat kembali oleh kilasan peristiwa yang lalu.

Diawali sekitar empat tahun yang lalu saat diriku terperanjat karena diberitahu bahwa belahan jiwaku sudah terlambat bulan lebih dari 2 siklus. Tentu saja kami sama sekali nggak kepikiran bahwa akan diberi amanah momongan baru. Namun setelah ditest ternyata memang benar positif hamil ! Seketika kami melongo, bagaimana mungkin lha wong saat itu istri memakai KB spiral?? ... Kebimbanganpun mulai merayapi hati, apakah mau dipertahankan atau sebaliknya digugurkan ...dilema moral, sosial dan keimanan menjadikan kami sulit mengambil keputusan segera saat itu.

Setelah melalui proses kontemplasi beberapa hari, akhirnya kami sepakat untuk mempertahankan jabang bayi ini, apapun resiko dan konsekuensinya. Alhamdulillah 3 tahun yang lalu lahirlah si bontot dengan sehat, lancar dan selamat. Dimulailah keceriaan merawat bayi mungil dan ternyata menjadi cucu ke 25 sekaligus penutup dari keluarga besarku. Kesejukan kami ini juga menular pada ke dua eyangnya yang serumah dengan kami. Kelihatannya mereka sangat menikmati "peran baru"nya sebagai eyang...dan ini mungkin terasa langka buat cucu2 nya yang lain. Semakin bersyukulah kami dengan kondisi tersebut.

Satu tahun kemudian tiba-tiba eyang kakungnya jatuh sakit padahal saat itu hampir tiap hari beliau masih asyik bercengkerama dengan si bontot... Setelah sempat dirawat di rumah sakit selama sekitar 3 minggu akhirnya beliau wafat.. menyedihakan sekaligus mengagetkan seluruh keluarga besar terutama bagi eyang puteri.

Kesedihan ini ternyata amat membekas buat eyang puteri, meskipun nggak pernah diperlihatkan pada kami semua. Salah satu cara untuk melupakan trauma ini akhirnya beliau menyibukkan diri dengan urusan kantor meskipun saat itu statusnya sudah emeritus di institut pendidikan yang hampir seumur hidup dibesarkannya. Salah satu bentuk pelampiasan jika mulai kangen ke eyang kakung biasanya beliau mengajak bercanda dengan si bontot...Sebuah peristiwa yang termasuk langka karena beliau selama ini relatif jarang mengajak bermain atau bercanda cucu-cucunya. Agaknya kehadiran/kelahiran si bontot yang kemudian disusul wafatnya eyang kakung memberi arti tesendiri buat beliau ... apalagi tingkah polah si bontot dengan rambut "abon"nya agaknya banyak kemiripan dengan gaya guyonannya almarhum sewaktu masih hidup....

Dua tahun berlalu, akhirnya ketegaran eyang puteri mulai runtuh terutama saat mengetahui beliau mengidap tumor sebesar bayi di dalam ususnya. Sekalipun selama ini nggak pernah dirasakan sakitnya dan tidak pernah mengeluh sama sekali dengan kami. Sehingga baru ketahuan setelah di perutnya teraba massa sebesar kepala bayi, sebuah peristiwa yang jelas mengagetkan seluruh anggota keluarga..terutama kami yang dipasrahi untuk menunggui dan merawat beliau.

Sebuah penyelasan yang terlambat dan agaknya buat kami sendiri mungkin sulit termaafkan..! Setelah lebih dari 3 bulan diupayakan berbagai cara pengobatan termasuk operasi namun akhirnya Allah SWT menentukan lain, akhrinya eyang puteri wafat. Almarhumah wafat dipangkuan saya saat menuju rumah sakit, dan saat itu menjadi momen paling mengharukan .. karena almarhumah eyang puteri wafat tepat saat kami sedang menyiapkan sebuah kue tart kecil buat ulang tahun si bontot.... ya tepat tanggal 10 bulan 10 setahun yang lalu....

Minggu, Oktober 04, 2009

"KUNCEN" RUMAH KELUARGA



Sejak saya kelas 2 SD sekitar 35 tahun yang lalu mulai menempati sebuah rumah dinas milik orang tua. Mulai saat itu sebagian besar hidup dan kehidupan yang saya jalani selalu berinteraksi dengan keberadaan rumah keluarga tersebut. Sampai saat ini bahkan setelah wafatnya kedua orang tua, keberadaan saya sekeluarga masih dipertahankan.

Positif dan negatifnya? jelas ada! Social cost yang harus dibayar adalah privasi dan kemandirian relatif terabaikan. Image yang melekat di kedua figur orang tua menjadi "beban moral" dimana mempengaruhi nilai filosofis yang harus dipertimbangkan saat membuat keputusan dan bersikap meskipun tentang gaya dan cara mengeksekusinya nggak mesti sama dengan pola yang dikembangkan almarhum/mah kedua orang tua. Bagaimanapun "kacang ora ninggal lanjaran" bahwa peran sosial yang telah tertanam selama ini dari mereka saat ini dan kedepan tongkta estafetnya ada pada diri saya dan keluarga.

Manifestasi nyata dari peran sosial yang biasa saya emban adalah menjadi alternatif rujukan buat tetangga yang kebetulan mengalami kesulitan hidup, menjadi salah satu tempat pertemuan warga dalam berbagai acara sosial baik keagamaan maupun adat istiadat yang rutin dijalankan setiap tahun. Seperti contoh, misalnya tadi malam perayaan halal bi halal kampung kembali menempati rumah ini sebagaimana tahun-tahun yang kemarin. Bahkan pagi ini acara yang sama akan berlangsung untuk temen-temen sekelas anak tertua saya yang masih duduk di bangku SMA. Disisi lain status saya dan istri kebetulan dokter, sehingga "fasilitasi" yang kami berikan akhirnya juga merambah peran kami layaknya sebagai dokter keluarga buat warga sekitar tanpa mengharap imbalan dan sungguh memang nggak akan pantas untuk menarik biaya sepeserpun atas semua itu.

Sisi social benefit-nya antara lain ada kemudahan dan kenyamanan saat berinteraksi dengan lingkungan yang sudah saya kenal dan percaya, sehingga melahirkan kedamaian, kebersamaan dan ketenteraman yang sulit tertandingi dengan nilai uang seberapapun banyaknya. Mungkin agak berlebihan kalau benefit ini ternhyata tidak hanya akan saya rasakan saat didunia ini tapi insya Allah bahkan kelak setelah mati. Bakti dan bekti orang tua kepada lingungan bisa menjadi cermin dan sekaligus nilai yang telah terwariskan kepada trah keturunan mereka yang tinggal di rumah keluarga ini. Semoga saya sekeluarga mampu menjaga dan mengembangkannya ..karena suka nggak suka.. mau nggak mau saat ini sayalah si "kuncen" alias penjaga rumah keluarga ini..