Sabtu, September 19, 2009

SUNGKEMAN


Menjelang lebaran tahun ini sungguh terasa berbeda dibandingkan dengan lebaran yang pernah kami alami. Bukan pada arti dan isi perayaannya semata, tapi lebih dari itu karena lebaran kali ini kami sudah nggak bisa melaksanakan tradisi sungkeman kepada kedua orang tua kandung kami. Lebih dari 40 tahun tradisi sungkeman ini selalu setia hadir dan menjadi simbol tertinggi pengejewantahan bukti bekti dan hormat kami kepada mereka.

Semenjak wafatnya almarhum bapak tiga tahun yang lalu dan telah diperingati tanggal 18 September kemarin melalui tahlilan dan pemasangan kijing di makam beliau. Nanti insya Allah disusul acara "mendak pisan" (satu tahun) wafatnya almarhumah ibu yang akan diperingati dalam bentuk tahlilan pada tanggal 28 September ini. Dengan disela-selanya ada satu episode lebaran yang kami sekeluarga besar (sepuluh putera puteri beserta mantu dengan 25 cucu) mau merayakannya bersama, namun sekali lagi tahun ini tanpa bisa menghadirkan lagi acara sungkeman tersebut didalamnya ..

Bagaimanapun peristiwa ini menjadi sebuah kehilangan besar buat kami sekeluarga, selain membuat kami juga merasa canggung harus menyiapkan disain acara lebaran yang paling pas semenjak wafatnya kedua orang tua terkasih kami.. Sungkeman telah menjadi puncak dari sederet proses kontemplasi bersama untuk saling memperkuat dan saling mengingatkan tentang keberadaan jati diri kita. Mengapa? karena biasanya acara sungkeman ini selalu didahului pemberaian berbagai wejangan tentang arti hidup dan kehidupan dan menjadi ajang saling asah, asih dan asuh. Efeknya sungguh luar biasa, melalui interaksi yang berjalan relatif singkat namun elegan, setidaknya sungkeman ini mampu memberi motivasi bahkan inspirasi diantara orang tua,anak bahkan cucu, dan semua itu dimandegani penuh kearifan dan terkadang ditimpali dengan sentilan humor segar oleh kedua orang tua kami. Sama sekali tanpa ada kesan hujatan, terlalu menggurui apalagi intimidasi.

Pesan moral yang biasanya mereka wanti-wantikan yaitu agar kami bisa memiliki sikap dan tekad kuat untuk saling menjaga martabat dan kehormatan diri dan keluarga, saling jujur dan menyayangi sehingga akan menumbuhkan rasa persatuan yang sebenarnya diantara anggota keluarga yang memang cukup besar jumlahnya serta beragam latar belakang profesi/status sosialnya.

Di saat malam takbiran seperti sekarang ini, saya jadi teringat kembali bagaimana usapan lembut tangan mereka lalu diiringi doa tulus yang biasanya dibisikkan ditelinga saat kami sungkeman .. inilah puncak kenikmatan dan kesakralan berlebaran yang sesungguhnya namun sayang peristiwa itu sudah tak mungkin terluang lagi ...

10 komentar:

  1. Subhanallah...itulah kata yang terucap saat membaca tulisan Pak Topo ini. Sungguh mulia beliau berdua (Almarhum-Almarhumah Bpk-Ibu Satmoko) sebagai pasangan orangtua. Beliau berdua sangat menyadari benar perannya sebagai role model bagi putra-putri dan cucu-cucunya. Bisa saya bayangkan suasana yang hadir kala sungkeman pasti sangat syahdu dan agung. Saya juga sangat merindukan wejangan beliau yang selalu saya ingat saat penelitian skripsi dulu bahwa menjadi manusia haruslah sadar penuh akan kodratnya...yaitu sebagai rahmatan lil alamin...kalau semua orang mampu menyadari benar akan hal itu, maka tidak akan ada orang jahat di muka bumi ini...Sangat logis saya pikir. Semoga tanpa kehadiran beliau secara fisik...kehadiran secara spirit dan semangat tetap dapat kita rasakan. Amin Ya Rabbal Alamin..

    BalasHapus
  2. Prof.Drs Satmoko & Prof.DR. Retno S, Satmoko adalah sepasang suami istri yang begitu dikarunia talenta dan berkah oleh Yang Maha Kuasa. Saya merasa bersyukur pernah bertemu dan berbincangdengan beliau semasa hidupnya. Kesan Kesederhanaan dan welas asih begitu terpancar kuat saat2 pertama mengenalnya. Tradisi budaya Jawa merupakan landasan beliau berdua di dalam mendidik putra-putrinya dan juga ribuan murid2 beliau2 yang tersebar di seluruh dunia.
    Pola didikan beliau tidak lekang oleh zaman, kedekatan antar anak dan anak dengan orang tua serta keluarga dengan keluarga begitu mengakar,tidak heran pola didik tsb dierapkan juga pada anak2nya. Dan memang sudah terbukti dan teruji....membesarkan 11 anak dan semuanya meraih gelar, titel dan kedudukan tinggi dengan tanpa KKN adalah suatu hal yang sangat langka... Cah Bontot termasuk profil yang unik..sangat mudah baginya untuk mencari kedudukan dan posisi tinggi secara instant...tetapi naluri dan idealismenya yang kadang terkesan begitu kaku/saklek memberinya suatu kepuasan tersendiri dalam mengelola karier dan rumah tangganya....
    Salam hormat saya untuk kedua Almarhum dan selamat Idul Fitri 1430 H untuk seluruh keluarga besar trah Satmoko....mohon dimaafkan segala kilaf dan salah....(Srex & fam)

    BalasHapus
  3. Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin, salam untuk keluarga Mas .. Begitulah roda kehidupan,terus berjalan..semoga nasehat2 yang telah disampaikan tetap menjadi pegangan dan suplemen dalam menjalani hari

    BalasHapus
  4. @Srex: sama2 ya Srex, kamu insya Allah sdh jadi bagian dr episode perjalanan mereka juga .. he..he.. semoga berkah dari doa tulus oleh semuanya tetap mengalir kepada mereka berdua ...amiin. maturnuwun ya
    @Apri: makasih ya mbak, hasil skripsmu jadi bentuk saksi peninggalan lain yang semoga bermanfaat bukan cuma untuk penulisnya tapi insya Allah bagi siapa saja yg membacanya amiin
    @Mr. P: sama2 mas,amiin semoga terkabul doa njenengan.

    BalasHapus
  5. maaf agak terlambat ngasi komen,..selain laptop bermasalah di laut macet xixi.

    semoga teladan kedua Insan ini tetap menjadi inspirasi dan tautan kita,.....dan semoga Allah melapangkan jalan ke Surga-Nya buat mereka. Amin.

    BalasHapus
  6. @Halo Bong: amiin 3x maturnuwun doanya jadi catatan amal sholeh buat panjenengan
    PS: laut aja macet apalagi jalan darat di jawa sini ya bong ..ck..ck.. emang kredit kapal skrg mudah & murah kayak kredit honda ya bong shg lautnya jd macet ..xi..xi..

    BalasHapus
  7. Dalem banget tulisannya mas, tradisi sungkeman di keluarga ku jarang di laksanakan, ada sii tapi mungkin tidak se khidmad di keluarga mas, kalau idul fitri biasanya minta maaf sambil cium pipi kanan dan pipi kiri, kalau pas pernikahan tradisi ini masih ber jalan mas, dan hikmadnya masih terjaga, memang tradisi sungkeman mempunyai efek psikologi yang luar biasa menurut saya..

    BalasHapus
  8. @PWP: waduuh memang bener2 ngangeni suasana khidmat saat sungkeman .. berbahagialah kalau msh bisa sungkeman tiap kali lebaran ke orang tua .. salam kenal ya mas/mbak & trmksh sdh mau mampir

    BalasHapus
  9. dalem banget tulisannya ya mas,
    di keluargakh walau kedua orang tua jawa, tapi sudah jarang acara sungkeman pada hari raya, walau kadang kadang ada, tapi mungkin tidak se khidmad keluarga mas, apa mungkin karena sudah terlalu lama tinggal di jakarta ? (30 tahunan) akan tetapi kalau pada acara pernikahan keluarga acara sungkeman pasti ada dan berlangsung khidmad, saya merasakan sendiri efek psikologis ke arah yang positif dari tradisi sungkeman ini masih sangat terasa, mudah mudahan tradisi ini tidak hilang di masa mendatang

    BalasHapus